Mana yang Benar? Gelar Jokowi Drs atau Ir

Warganet masih memperbincangkan polemik soal riwayat pendidikan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
Pemilik akun X Edy Bayo Regar, Rabu (19/3/2025), menuliskan seluruh rakyat Indonesia tertipu dengan gelar Jokowi yang membingungkan.
"270 juta lebih rakyat Indonesia ketipu. Drs atau Ir," tulis Edy Bayo Regar.
Dalam postingannya, Edy menyertakan dua foto berbeda Jokowi. Pertama menampilkan foto Jokowi saat masih menjabat Wali Kota Solo.
Dalam keterangan foto yang tertulis tanggal 20 September 2006, Drs Joko Widodo sedang melakukan kunjungan ke PT Sritex Sukoharjo.
Sementara foto lainnya menampilkan foto dengan keterangan Presiden Republik Indonesia Ir H Joko Widodo.
Akun @cadoize3 menanggapi cuitan itu dengan menuliskan, dirinya curiga Jokowi mengambil dua jurusan sekaligus saat kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM).
"Curiga Pak Jokowi ambil dua jurusan," tulisnya dengan nada satir.
Sebelumnya, alumni Fakultas Teknologi Universitas Gajah Mada (UGM) Rismon Hasiholan Sianipar meyakini ijazah S1 Kehutanan Presiden Jokowi yang diterbitkan Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 1985 adalah palsu.
Pakar telematika Roy Suryo pun menguatkan keyakinan Rismon. Roy Suryo merujuk pada unggahannya di akun X @KRMTRoySuryo2 pada 25 Februari 2020, yang memuat lampiran halaman buku wisuda tahun 1985.
Dalam buku tersebut, foto almarhum Hari Mulyono tercantum dengan nama "Jokowi".
Roy Suryo juga mempertanyakan keaslian ijazah Jokowi yang hingga kini tidak pernah bisa dibuktikan bentuk fisiknya.
"Fotokopi ijazah Jokowi tidak pernah bisa dibuktikan keasliannya, bahkan bentuk fisik aslinya pun tidak pernah ditunjukkan," kata mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini.
Roy Suryo juga turut menyoroti font atau huruf yang digunakan dalam dokumen tersebut.
Sebab, kata Roy, teknologi pencetakan pada tahun 1985 belum memungkinkan penggunaan font yang terlihat dalam dokumen ijazah dan skripsi Jokowi.
Roy menjelaskan, tTeknologi printing atau pencetakan pada era 1980-an masih sangat terbatas. Printer Dot Matrix yang populer saat itu hanya bisa menghasilkan font seperti Courier atau Sans-Serif, bukan font proporsional seperti yang terlihat dalam dokumen tersebut.
"Apalagi, pada tahun 1985 penggunaan komputer pribadi (PC) di Indonesia masih sangat terbatas," pungkas Roy Suryo. []
© Copyright 2025, All Rights Reserved