Begini Proses Mencopot Gibran dari Wapres Menurut Konstitusi

Forum Purnawirawan Prajurit TNI mengusulkan agar Gibran Rakabuming Raka diganti dari posisi Wakil Presiden RI. Usulan itu datang dari sejumlah purnawirawan TNI, seperti Jenderal (Purn) Fachrul Razi, Jenderal (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto, dan Marsekal (Purn) Hanafie Asnan.
Dulu isu pemakzulan juga pernah terjadi terhadap Presiden Joko Widodo. Waktu itu beberapa tokoh yang tergabung dalam 'Petisi 100' bahkan sempat menemui Menko Polhukam Mahfud MD untuk menyampaikan keinginan tersebut.
Sebenarnya, pemakzulan presiden maupun wakil presiden tidak bisa dilakukan sembarangan, karena ada aturan yang ketat dalam UUD 1945. Apa Itu Pemakzulan? Pemakzulan (makzul) adalah istilah khusus untuk proses pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden di tengah masa jabatannya.
Proses pemakzulan diatur dalam Pasal 7A dan 7B UUD 1945. Pasal 7A menyebutkan, presiden atau wakil presiden hanya bisa dimakzulkan jika terbukti melakukan pelanggaran hukum berat, seperti pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala negara.
Prosedur Hukum dan Politik yang Ketat Sesuai Pasal 7B UUD 1945, proses pemakzulan harus dimulai dari DPR dengan mengajukan permintaan ke Mahkamah Konsitusi (MK).
Permintaan ini hanya bisa diajukan jika disetujui minimal dua pertiga anggota DPR yang hadir.
Kemudian MK punya waktu 90 hari untuk memutus perkara. Jika MK menyatakan Presiden atau Wapres bersalah maka barulah DPR bisa mengusulkan pemakzulan ke MPR, yang harus mengambil keputusan dalam 30 hari.
Jadi siapa yang Berhak Mencopot Gibran?
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, mekanisme pemberhentian presiden atau wakil presiden sudah diatur secara tegas dalam Pasal 7A dan 7B Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa pemberhentian hanya bisa dilakukan jika terbukti ada pelanggaran berat, seperti pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala negara.
Langkah-langkah pemberhentian wakil presiden adalah:
1. DPR Ajukan Usulan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) harus lebih dulu mengusulkan pemberhentian kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Tapi, syaratnya ketat: harus disetujui oleh minimal 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri sekurangnya 2/3 anggota DPR.
2. MK Harus Mengadili Setelah menerima usulan DPR, Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa dan memutus apakah benar wakil presiden melakukan pelanggaran hukum berat, paling lambat dalam waktu 90 hari.
3. MPR Putuskan Pemberhentian Jika MK memutuskan terbukti, DPR dapat melanjutkan usulan pemberhentian ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
MPR kemudian menyelenggarakan sidang maksimal 30 hari setelah menerima usulan dan membuat keputusan akhir, diberhentikan atau tidak.
Wakil presiden tidak bisa dicopot secara sepihak karena proses pemakzulan harus mengikuti prosedur hukum dan politik sesuai konstitusi.
Jadi meskipun Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bersalah, keputusan akhir tetap di tangan MPR yang bisa saja memutuskan untuk tidak memberhentikan.
Karena dipilih langsung bersama presiden oleh rakyat maka posisi wakil presiden sangat kuat dan tidak bisa dijatuhkan hanya karena perbedaan pandangan politik atau tekanan kelompok tertentu. []
© Copyright 2025, All Rights Reserved