Wah, TNI AL Nunggak Triliunan Ke Pertamina

TNI Angkatan Laut (AL) disebut memiliki tunggakan bahan bakar minyak (BBM) ke kepada PT Pertamina (Persero) mencapai Rp3,2 triliun.
Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Muhammad Ali mengungkapkan fakta tersebut dalam rapat Panitia Kerja Keamanan Laut (Panja Kamla) bersama Komisi I DPR RI, Senin (28/4/2025).
“Bahan bakar sangat terbatas. Tahun lalu kita masih memiliki utang BBM sebesar Rp2,25 triliun. Sekarang angka itu bertambah menjadi Rp3,2 triliun,” ujar Ali kepada Anggota Dewan di Senayan.
Menurut dia, tunggakan itu bukan baru muncul, melainkan merupakan akumulasi dari beberapa tahun terakhir.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti persoalan tunggakan TNI AL yang membengkak tersebut. Menurut hasil penelusuran ICW terhadap rencana pengadaan dengan kata kunci "BMP", menunjukkan tujuh rencana pengadaan di lingkungan TNI AL.
Peneliti ICW, Wana Alamsyah menyorot transparansi pengelolaan anggaran TNI AL, khususnya dalam pembelian bahan bakar minyak pelumas (BMP).
Namun, menurut Wana, sejak 2022, diduga tidak ada pengadaan BMP yang benar-benar terlaksana, meskipun sistem pelaporan elektronik BMP (e-BMP) sudah digunakan.
"ICW menduga bahwa upaya digitalisasi tersebut tidak berhasil dan patut untuk dievaluasi karena terbukti dengan masih adanya tunggakan pengadaan BMP hingga tahun 2025," ujar Wana, dikutip Rabu (30/4/2025).
Kurangnya transparansi laporan keuangan Kementerian Pertahanan juga disorot ICW, terutama soal pembelian BMP. Laporan keuangan Kemenhan sejak 2022-2023 disebut tidak tersedia di situs Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Hal tersebut memperkuat dugaan bahwa pengadaan tersebut belum diaudit secara menyeluruh.
"Jika BMP tidak dibayarkan, itu adalah potensi kerugian yang dialami oleh Pertamina selaku provider yang menyediakan bahan bakar," kata Wana.
Amelia Anggraini, anggota Komisi I DPR dari Fraksi NasDem ikut mengomentari soal tunggakan yang sangat besar tersebut. Ia menilai sistem distribusi dan pengawasan BBM di lingkungan TNI perlu dievaluasi menyeluruh.
Menurutnya, tunggakan sebesar itu menunjukkan adanya kelemahan serius dalam perencanaan dan kontrol anggaran.
“Ini bukan soal operasional semata, tapi juga soal tata kelola. Apakah Kementerian Pertahanan telah menyusun ulang formula efisiensi penggunaan BBM? Sistem kuota atau pelacakan dengan barcode misalnya, itu bisa sangat membantu,” pungkas Amelia. []
© Copyright 2025, All Rights Reserved