Ketahanan Pangan Perlu Infrastruktur Jalan Layak

Mewujudkan ketahanan pangan ternyata perlu dukungan infrastruktur jalan yang mumpuni. Sebab, ternyata pemerintah telah menetapkan wilayah-wilayah berdasarkan keunggulan yang dimiliki masing-masing wilayahnya.
Untuk menuju ketahanan pangan, suatu wilayah harus memiliki infrastruktur jalan yang layak.
Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) kemarin menetapkan Instruksi Presiden Jalan Daerah (IJD) untuk mempercepat pembangunan jalan desa, jalan kabupaten/kota, dan jalan provinsi sebagai jalan yang menjadi lalu lintas utama pemasok pangan.
Apalagi saat ini, Presiden Prabowo Subianto juga menetapkan Food Estate dan Makan Bergizi Gratis sebagai Proyek Strategis Nasional.
Lalu bagaimana perkembangan jalan daerah yang menjadi program Kementerian Pekerjaan Umum saat ini?
Kepala Subdirektorat Jalan Daerah Direktorat Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Ahnes Intan ST MT, menjelaskannya dalam diskusi buku berjudul “Jalan Keadilan Sosial untuk Indonesia” di Jakarta, pekan lalu.
Berikut tanya jawab dengan Ahnes Intan dalam diskusi tersebut:
Tentang Program Instruksi Presiden Jalan Daerah (IJD), itu bagaimana penentuan atau prioritasnya?
Jadi kan ada jalan kabupaten, jalan kota atau jalan provinsi. Jadi jalan yang punya status, yang punya SK. Karena nantinya jalan ini kan harus dipelihara dan akan kami serah terimakan dengan Pemda. Jadi kalau jalan desa, nanti siapa yang akan menerima dan yang akan memelihara. Kalau jalan kabupaten dan provinsi, kita akan serahkan ke Pemda dan Pemda yang akan memelihara.
IJD kali ini memang akan berbeda dengan IJD yang kemarin. Ada penekanan ke ketahanan pangan. Jadi nanti akan ada yang mendukung MBG, makan bergizi gratis. Mungkin nanti akan ada inpresnya dulu, setelah itu di PU nanti yang akan mendetailkan teknisnya.
Apakah jalan di Indonesia sudah bisa mendukung swasembada pangan?
Menurut saya sudah bisa, tapi belum maksimal. Mungkin akan lebih maksimal dan bisa lebih banyak lagi kalau misalnya jalan kita sudah 90% mantap.
Tetapi sebenarnya status kemantapan antar jalanan itu sangat jomplang. Misalnya, kemantapan jalan 90% adalah Jalan Pemda, tapi kemantapannya itu, yang 9% adalah jalan nasional. Tapi jalan nasional kemantapannya itu sewaktu terbit izin itu sudah 92% mantap. Sementara jalan provinsi itu sudah 72% dan jalan kabupaten kota itu 60%. Lalu dua tahun kemudian ada IJD, tahun 2023-2024, inpres tahun ke -3 tahun 2023 itu hanya berlaku dua tahun. Jadi tahun 2024 itu sudah berakhir. Dari kedua tahun anggaran itu, yang bersangkutan dan ada data di kami, pada 2023 itu panjang penanganan itu ada 3.187 km jalan dan jembatan dan dananya adalah Rp14 triliun.
Jadi dari total dana Rp35 triliun, di tahun pertama itu baru keluar Rp14 triliun.
Tapi terhadap perbaikan kemantapan jalan, itu total dari pemda yang mendapatkan kesempatan itu, catatannya 1,12%. Tapi terhadap seluruh jalan Pemda yang ada, itu cuma 0,75%. Kalau totalnya lumayan banyak, sekitar 450-ribuan km. Untuk tahun 2024, dana yang turun cuma sekitar Rp3 triliun, panjang penanganan jalannya ada 368 km, kemantapan jalannya naik 0,397% terhadap panjang jalan Pemda dan khusus Pemda yang mendapatkan. Kalau terhadap seluruh panjang jalan yang ada di Indonesia itu, cuma 0,075%.
Apa saja yang bisa dilakukan PU untuk mendukung ketahanan pangan?
Salah satu bentuk dukungan PU adalah dengan IJD. Tujuan IJD itu memang ketahanan pangan. Ini kan yang memberi usulan adalah Pemda. Jadi ketika Pemda memberikan usulan untuk ketahanan pangan, maka buat kami prioritasnya jadi lebih tinggi dibandingkan kebutuhan yang lain. Jadi kami berusaha mendukung ketahanan pangan dengan cara itu. Pemda itu mengusulkan, tapi harus ada tematiknya. Dan salah satu tematik prioritas adalah ketahanan pangan.
Bagaimana teknisnya bahwa jalan ini sudah bisa 100% mendukung swasembada pangan? Apakah sudah ada roadmapnya?
Untuk sementara kami fokus pada lima provinsi yang sudah ditetapkan sebagai food estate. Nanti kan bertahap. Kalau langsung semuanya pasti butuh dana yang besar. Jadi untuk sementara kami fokus pada yang 5, yang sudah ditetapkan, sekaligus yang mendukung MBG itu.
Tapi kalau misalnya dari daerah sendiri ada ketahanan pangan, kadang kan ketahanan pangan ditetapkan, apakah sampai food estate atau sampai sentra pangan, itu kan ditetapkan oleh Kementerian Pertanian. Nah kami dasarnya dari situ. Jadi bukan PU yang menetapkan. Tapi kita mengambil data dari Kementerian terkait.
Ketahanan pangan kan bukan dari pertanian saja?
Iya betul. Ketahanan pangan itu bisa juga dari perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan.
Nah kalau misalnya daerah seperti Cirebon, yang merupakan sentra perikanan, apakah itu bisa masuk prioritas jalan daerah juga?
Bisa. Bisa jadi prioritas. Karena ini yang mengusulkan kan banyak ya. Jadi misalkan kami mengusulkan beberapa triliun, tapi dapatnya hanya sekian triliun, jadi memang harus kita pilih yang benar-benar prioritas. Kita lihat juga yang dilayani ini stoknya apa dulu. Jadi itu kita lihat juga untuk menentukan apakah prioritasnya sesuai.
Tapi dengan rencana efisiensi anggaran yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto, apakah ini enggak jadi kontradiktif untuk mendukung ketahanan pangan itu?
Wah kalau soal itu gimana ya, karena kalau kami yang ditanya, kami lebih cenderung melakukan tugas utama kami. Tapi kan IJD ini merupakan program pemerintah pusat ya, jadi kita tunggu saja, apakah kira-kira akan turun atau tidak dana yang kita harapkan itu. Karena ini kan baru Inpres ya, belum tahu ke depannya akan seperti apa.
Masih banyak terjadi korupsi dalam proses pembangunan jalan. Bagaimana mengatasinya?
Dari data yang ada, sekitar 50% korupsi itu khusus pengadaan barang dan khusus jalan dan jembatan ya. Kalau menurut saya, sebenarnya aturan-aturan, UU dan sebagainya, semua itu sudah jelas. Tinggal kita mengikuti saja.
Menurut saya mungkin orangnya atau kesempatannya. Tapi kalau soal aturan, ada pengawasnya. Dan pengadaan barangnya kan sekarang tidak di Bina Marga. Jadi menurut saya sudah bagus sebenarnya karena sudah ada pembagian. Jadi ada yang pengadaan, ada yang pelaksanaan, dan ada yang mengawasi. Tapi misalkan terjadi korupsi, saya rasa itu kembali ke orangnya ya.
Kan ada masukan bahwa harus ada evaluasi soal jalan daerah ini, jadi seharusnya dilakukan berdasarkan pendekatan program. Apakah PU bisa mengakomodasi usulan itu?
Kalau kami sih maunya akomdasi ya. Karena kalau berdasarkan pertimbangan program akan lebih bagus karena akan lebih cepat tuntas semua. Tapi kan kadang uang terbatas, dan turun pada waktu sudah mepet-mepet.
Sementara waktu pelaksanaan kan ada batas ya, target yang bisa dicapai dalam satu atau dua bulan dengan enam bulan kan berbeda ya. Jadi kalau misalnya butuh 10 km, tapi baru kontrak bulan ini, dan minta selesai ya enggak mungkin. Karena kan kontraknya hanya bisa dua atau tiga bulan. Jadi kita memang enggak mungkin seperti itu, tapi maunya seperti itu.
Tapi kalau menurut Pak menteri, IJD ini masih akan tetap ada ya bu?
Ada. Saya juga yakin masih ada karena rancangan Inpresnya untuk 2025 sudah kami kirim ke Setneg. Dan sudah pernah dibahas sekali. Saya tidak tahu apakah akan ada pembahasan lagi atau sudah langsung tanda tangan. Kami berharap setelah inpresnya turun, dananya juga turun.
Kalau pengalaman tahun lalu, jadi jangan hanya inpresnya saja yang turun. Karena kalau pengalaman tahun lalu, dari Rp32 triliun, tahun pertama Rp18 triliun, kan harusnya sisanya Rp14 triliun, ini hanya Rp3 triliun.
Nah mudah-mudahan tahun ini, kemarin kami sudah hitung sekitar Rp15 triliun usulannya, sisa dari yang Rp32 triliun itu. itu sisanya. Jadi kita tunggu inpres berikutnya. Mudah-mudahan bisa dalam waktu dekat ini. []
© Copyright 2025, All Rights Reserved