Pemilik Pabrik Ekstasi Rumahan di Medan Divonis Mati

Pemilik pabrik ekstasi rumahan di Jalan Kapten Jumhana, Kecamatan Medan Area, Kota Medan, Hendrik Kosumo (41), dijatuhi vonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumut.
"Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Hendrik Kosumo dengan pidana mati," kata Ketua Majelis Hakim, Nani Sukmawati, di Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara (Sumut) Jumat (7/3/2025).
Majelis Hakim memutuskan terdakwa terbukti bersalah memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan narkotika golongan I yang dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi lima gram.
"Terdakwa terbukti melanggar Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, sebagaimana dakwaan alternatif kedua," kata Nani.
Selain menjatuhi vonis terhadap Hendrik, majelis hakim juga menjatuhkan vonis kepada empat terdakwa lainnya, yakni Mhd Syahrul Savawi alias Dodi (43), Arpen Tua Purba (29), Hilda Dame Ulina Pangaribuan (36) dan istri Hendrik, Debby Kent (36).
Mereka dijatuhi vonis hukuman beragam. Terdakwa Mhd Syahrul Savawi alias Dodi dihukum pidana penjara seumur hidup, karena terbukti sebagai orang yang bertanggung jawab atas pengadaan alat cetak dan pemasaran ekstasi.
Kemudian terdakwa Arpen Tua Purba, Hilda Dame Ulina Pangaribuan dan Debby Kent masing-masing divonis pidana penjara selama 20 tahun. Keempat terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika.
Menurut Hakim, hal memberatkan perbuatan para terdakwa karena telah meresahkan masyarakat dan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas narkoba.
"Sedangkan hal meringankan tidak ditemukan," kata hakim.
Hakim Ketua Nani Sukmawati memberikan waktu selama 7 hari kepada para terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Medan untuk menyatakan sikap apakah mengajukan banding atau menerima vonis ini.
Sebelumnya JPU Rizqi Darmawan menuntut terdakwa Hendrik dan Dodi masing-masing pidana mati.
"Perbuatan kedua terdakwa melanggar Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebagaimana dakwaan alternatif kedua," kata JPU Rizqi.
Terdakwa Arpen Tua Purba, dan Hilda Dame Ulina Pangaribuan, serta Debby Kent, masing-masing dituntut penjara seumur hidup.
"Ketiga terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika," kata JPU Rizqi.
Ada pun kasus terungkap pada 11 Juni 2024 di Jalan Kapten Jumhana, Kecamatan Medan Area.
Saat itu, petugas Dittipidnarkoba Bareskrim Polri bersama Polda Sumut melakukan penggerebekan di sebuah rumah toko (ruko) yang diduga sebagai lokasi pembuatan pil ekstasi.
Dari pengungkapan, petugas menyita barang bukti berupa alat cetak ekstasi, bahan kimia padat sebanyak 8,96 kg, bahan kimia cair 218,5 liter, mephedrone serbuk 532,92 gram, dan 635 butir ekstasi, serta berbagai bahan kimia prekursor dan peralatan laboratorium.
Pabrik rumahan itu telah beroperasi selama 6 bulan dan memasarkan produknya ke diskotek-diskotek di Sumut, termasuk di Pematangsiantar.
Terdakwa Hendrik dan Debby merupakan pasangan suami istri pemilik dan pengelola pabrik.
Sementara terdakwa Syahrul bertanggung jawab atas pengadaan alat cetak dan pemasaran. Lalu, terdakwa Hilda memesan ekstasi, dan Arpen berperan sebagai kurir yang mengantarkan pil tersebut. []
© Copyright 2025, All Rights Reserved