Masyarakat Adat Ajukan Keberatan Ke Pemprov Kaltim

Koalisi Masyarakat Sipil yang terhimpun dari Mahasiswa, Organisasi Masyarakat sipil dan warga perwakilan dari Muara Kate, Rangan, dan Batu Kajang hari ini secara resmi mengajukan surat keberatan kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
Surat keberatan tersebut diajukan terkait aktivitas truk angkutan batubara yang menggunakan jalan umum sebagai jalur hauling. Akibatnya jalan menjadi rusak dan membahayakan warga yang menjadi pengguna jalan tersebut.
Penyampaian Surat keberatan juga disertai dengan Aksi Solidaritas yang mengutuk, kecewa dan mengecam ketidakbecusan pemerintah dalam memberikan penjaminan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia.
Insiden yang terjadi pada 15 November 2024 merupakan salah satu dari sekian banyak dari deretan peristiwa kekerasan terhadap masyarakat adat yang berani bersuara.
Meskipun aksi protes dan berbagai demonstrasi telah dilakukan oleh masyarakat dan mahasiswa untuk meminta pertanggungjawaban – termasuk tuntutan agar penyelidikan segera dilakukan – pihak kepolisian dan pemerintah dinilai abai dan acuh tak acuh dalam menindaklanjuti laporan tersebut sehingga merenggut hak atas keamanan dan ruang hidup Masyarakat Adat. Kondisi ini berpotensi menjadi pelanggaran HAM akibat pembiaran yang dilakukan oleh negara.
Pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah dan pelanggaran yang dilakukan oleh PT MCM berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia yang berdimensi kepada Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Hak Ekosob) terkait hak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik sebagaimana yang diatur dalam Kovenan Internasional Hak - Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) pasal 11 dan 12, UUD 1945 Pasal 28 H ayat 1, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 9 Bahwa berdasarkan pasal 9 UU 39 Tahun 1999 tentang HAM menyatakan “Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya. Setiap orang berhak tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”.
Warga menyampaikan kekhawatiran atas minimnya penindakan dari pihak pemerintah terhadap aktivitas tersebut, yang dinilai melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Daerah Kalimantan Timur Nomor 10 Tahun 2012 secara tegas disebutkan bahwa “setiap angkutan batubara dan hasil perusahaan perkebunan kelapa sawit dilarang melewati jalan umum.”
Surat keberatan ini menjadi langkah awal sebelum warga mengambil jalur hukum lebih lanjut dengan menggugat pemerintah atas dugaan perbuatan melawan hukum karena dianggap lalai dalam menjalankan kewajiban penegakan hukum dan pengawasan terhadap pelanggaran penggunaan jalan umum oleh kendaraan angkutan batubara.
“Kami sudah terlalu sering melihat dan merasakan langsung dampaknya—kerusakan jalan, debu yang mencemari udara, serta risiko kecelakaan yang meningkat. Ini bukan hanya persoalan hukum, tapi juga soal keselamatan dan keadilan bagi warga,” ujar salah satu perwakilan warga yang menolak disebutkan namanya dalam penyampaian surat tersebut.
Atas kasus yang tak direspon oleh pemerintah tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil menyampaikan hak sebagai berikut:
1. Menolak segala bentuk aktifitas houling batubara menggunakan jalan umum.
2. Menuntut pemerintah mengambil langkah tegas dengan melakukan Penegakan Hukum sesuai dengan Peraturan Daerah Kalimantan Timur Nomor 10 Tahun 2012 yang mengatur tentang penggunaan jalan umum dan khusus untuk pengangkutan batubara;
3. Menuntut Kepolisian dan Pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk menghentikan segala bentuk praktik premanisme, intimidasi terhadap Masyarakat Adat Muara Kate dan Masyarakat Adat di Batu Kajang terkait aktivitas pengangkutan batubara melalui jalan umum di Kab. Paser terhadap dan melakukan pengusutan atas pelaku maupun dalang pembunuhan masyarakat Adat di Muara Kate. []
© Copyright 2025, All Rights Reserved