Masih Banyak Produk Regulasi Rugikan Masyarakat Adat

Sejak terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35 tahun 2012, Masyarakat Adat memiliki hak atas wilayah adat dan hutan adat. Tapi kondisi di lapangan bagi Masyarakat Adat adalah jauh panggang dari api.
Dalam turunannya, setiap daerah mesti memberikan payung hukum untuk mengakui dan melindungi keberadaan Masyarakat Adat sembari menunggu pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat. Tapi UU Masyarakat Adat sudah 14 tahun mangkrak di DPR RI.
Tapi, menurut Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi, beragam peraturan dan kebijakan didesain dengan sistematis dan malah merugikan kekuatan Masyarakat Adat, mulai dari Undang-Undang Cipta Kerja, UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (UU KSDAHE), hingga yang terbaru UU Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang menempatkan praktik militerisme di tengah masyarakat sipil. Semua UU tersebut malah merugikan komunitas Masyarakat Adat.
Rukka menyebut ada sebanyak 350 produk hukum daerah dalam bentuk Peraturan Daerah atau Surat Keputusan tentang perlindungan dan pengakuan Masyarakat Adat di Indonesia belum memberikaan manfaat kepada Masyarakat Adat.
"Ratusan produk hukum daerah ini tak berfungsi dan bahkan disangkal oleh Undang-Undang," ujarnya saat pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) VIII, di komunitas Masyarakat Adat Kutai Lawas Layang Sumping, Desa Kedang Ipil, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur pada Senin (14/5/2025).
Rukka menekankan pentingnya perjuangan untuk pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat serta penerbitan Peraturan Daerah (Perda) yang melindungi keberadaan dan hak Masyarakat Adat di tingkat lokal.
Rukka menambahkan, saat ini AMAN telah menyiapkan seluruh dokumen pengakuan dan perlindungan Masyarakat Adat, mulai dari data komunitas Masyarakat Adat, peta wilayah adat, sampai data potensi Masyarakat Adat.
Menurut Rukka, saat ini pemetaan wilayah adat menjadi sangat penting sebagai bentuk perlindungan dari ancaman perampasan.
“Petakan wilayah adatmu, karena bisa jadi wilayah itu sudah dibagi-bagi oleh orang lain tanpa kita sadari. Peta bukan hanya selembar kertas, tapi alat perlawanan, pengingat sejarah, dan bukti keberadaan,” tegasnya. []
© Copyright 2025, All Rights Reserved