Kemarin, IHSG Tiba-tiba Ambruk, Ini Analisis Ekonom

Kemarin, Selasa (18/3/2025), tiba-tiba saja Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BESI) ambruk hampir 7%. Bahkan BEI sampai harus menghentikan sementara perdagangan saham.
Direktur Utama (Dirut) Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman, memperkirakan keruntuhan IHSG Selasa kemarin imbas sentimen global. Salah satunya, kebijakan ekonomi dan perang tarif yang dijalankan Presiden AS Donald Trump.
Menurut Iman, kebijakan Trump tersebut membuat investor hati-hati dalam menentukan langkah mereka.
"Kalau kita lihat penurunan indeks ini sudah terjadi sejak minggu lalu. Beberapa isu global memang terjadi jadi mereka (investor) wait and see. Jadi kalau lihat penurunannya hari ini sebagai besar asing melihat update oleh Donald Trump, itu menjadi salah satu dampak penurunan Indeks kita hari ini," kata Iman.
Namun Ekonom Wijayanto Samirin mengemukakan analisis yang berbeda dari yang disampaikan Dirut BEI.
Menurut Wijayanto, pelemahan IHSG lebih dominan disebabkan oleh faktor domestik. Setidaknya ada lima sentimen yang mempengaruhi.
Pertama, informasi soal perkembangan APBN Februari yang buruk dan fiscal outlook yang berat di 2025. Tercatat hingga akhir bulan lalu Indonesia mengalami defisit Rp31,2 triliun atau 0,13% dari produk domestik bruto (PDB).
Kedua, penurunan diakibatkan kebijakan pemerintah yang tidak realistis dan tanpa teknokrasi yang jelas.
Ketiga, disebabkan oleh berbagai isu yang tengah terjadi di Tanah Air, seperti mega korupsi di sejumlah BUMN yang merusak kepercayaan publik dan pasar.
Keempat, anjloknya IHSG juga terjadi akibat isu revisi Undang-Undang TNI yang mendapat kecaman keras dari publik.
"Apa yang terjadi terkait Dwi Fungsi ABRI yang dikhawatirkan menimbulkan protes besar," sebut Wijayanto.
Kelima, adanya kekhawatiran rating kredit Indonesia dari Fitch dan Moody's yang akan umumkan pada Maret-April, dan S&P pada Juni-Juli.
Sedangkan, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita, mengatakan, kondisi yang terjadi di pasar saham Indonesia tidak bisa dipungkiri menandakan bahwa perekonomian sedang tidak baik-baik saja.
Menurut Ronny, kondisi ini sudah diakui oleh banyak ekonom dalam negeri. Banyak investor di pasar saham yang tidak yakin dengan aset yang dipegang di Indonesia. Alhasil, mereka memilih melakukan aksi jual besar-besaran ketimbang buntung.
Mengacu data historis, terbanyak pelepasan aset berasal dari investor domestik.
"Ya, seperti biasa, kenapa orang tidak yakin dengan aset dan dia ingin melepaskan, berarti kan ada masalah dan benar ekonomi sedang tidak baik-baik saja. Terutama ada hasil survei dari UI (Universitas Indonesia) tentang konsensus para ekonom yang mayoritas mengatakan ekonomi Indonesia tidak baik-baik saja," kaa Ronny dikutip dari CNN.
Menurut Ronny, perekonomian yang sedang suram ini bisa dilihat dari berbagai indikator seperti daya beli yang lesu hingga penerimaan negara yang anjlok.
Ronny menyebut misalnya untuk penerimaan negara saja berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dari sektor setoran pajak dua bulan pertama tahun ini baru mencapai Rp187,8 triliun atau 8,6% dari target.
Capaian penerimaan pajak ini anjlok sebesar 30,19% secara year on year (yoy). Sebab, pada dua bulan awal 2024, penerimaan pajak Rp269,02 triliun.
Sementara terkait defisit, sudah 0,13% atau Rp31,2 triliun per 28 Februari 2025. Belanja negara sudah mencapai Rp348,1 triliun, sedangkan pendapatan baru di angka Rp316,9 triliun.
Ronny mengatakan, kondisi ekonomo itu bisa terlihat dari beberapa indikator. Mulai dari daya beli sampai penjualan retail yang turun, secara fiskal penerimaan negara menurun.
Masalah tersebut membuat investor merasa Indonesia bukan lagi tempat menguntungkan untuk berinvestasi. Alhasil, mereka lebih memilih lari daripada merugi.
Ronny mengingatkan, pelarian modal otomatis akan membuat perputaran uang yang digunakan untuk menggerakkan ekonomi, menciptakan lapangan kerja di RI semakin berkurang.
"Kalau terus dibiarkan maka hal ini bisa berdampak ke banyak hal, salah satunya peningkatan angka pengangguran dan kemiskinan," kata Ronny.
Selain itu, Ronny juga melihat, mundurnya investor domestik dari pasar saham juga terjadi buntut kekecewaan publik terhadap kondisi yang terjadi di dalam negeri.
Menurut Ronny, kekecewaan itu mulai dari pembentukan Danantara yang dinilai akan merugikan rakyat dan menjadi celah jalur korupsi baru. Hingga terbaru revisi undang-undang (RUU) TNI yang membuka peluang prajurit bukan hanya masuk ke jabatan publik, tapi juga masuk ke sektor bisnis.
"Jadi kalau Danantara itu cukup menurunkan IHSG karena negara mulai menggunakan kapital negara untuk ikut terlibat di dalam pasar, itu mengkhawatirkan pelaku pasar. Sekarang ada lagi isu militer mau masuk ke dalam sektor bisnis. Ini juga menakutkan karena secara bisnis militer itu tidak sehat," sebut Ronny.
Ronny mengatakan, apabila TNI masuk ke sektor bisnis maka akan terjadi distorsi karena tidak ada yang akan berani bersaing dengan 'pemegang senjata'.
"Mereka bahkan untuk memonopoli satu sektor pun mereka bisa dengan backup senjata. Jadi ini yang membuat banyak pihak khawatir juga," ungkap Ronny.
Menurut Ronny, hal yang paling dikhawatirkan investor saham adalah masuknya TNI ke dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tak lain karena pemilik seragam corak loreng tersebut dikenal 'memaksa' dalam melakukan tugasnya.
"Apalagi kalau seandainya militer-militer ini masuk ke BUMN-BUMN, masuk ke Danantara dan sebagainya. Ini mengkhawatirkan pelaku usaha, terutama di pasar modal karena akan muncul entitas bisnis yang mewakili negara untuk melakukan apapun yang mereka mau di dalam pasar," kata Ronny mengingatkan.
Pendapat senada juga diungkap Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet.
Yusuf Rendy melihat IHSG anjlok karena perekonomian betul-betul berada di masa suram. Kondisi ini tercermin dari pengelolaan fiskal yang sudah defisit di awal tahun.
Menurut Yusuf Rendy, penerimaan negara yang mengalami penurunan yang relatif drastis. Kemudian potensi penambahan belanja yang hadir dalam beberapa program baru pemerintah diproyeksikan akan meningkatkan defisit anggaran yang relatif lebih tinggi dari target yang disampaikan oleh pemerintah sebelumnya.
"Belum lagi, masalah daya beli yang sudah berlangsung lama dan tak kunjung pulih, justru makin memburuk," kata Yusuf Rendy.
Kemudian, sebut Yusuf Rendy, indikator lain yang berkaitan dengan perekonomian yakni indeks penjualan riil juga turun di awal tahun ini.
"Peta indikator seperti Mandiri spending indeks yang juga menunjukkan ada anomali dari konsumsi masyarakat terutama ketika memasuki bulan Ramadan," kata Yusuf Rendy.
Yusuf Rendy juga menilai pembentukan Danantara hingga RUU TNI menjadi penyebab lainnya IHSG anjlok.
"Tindakan ini sebagai bentuk protes masyarakat terhadap langkah yang ditempuh DPR bersama pemerintah," pungkas Yusuf Rendy. []
© Copyright 2025, All Rights Reserved