Instruksi Tunda Retret, Upaya Strategis Mega Tekan Pemerintah

Usai penetapan Sekjen PDIP Hasto Kristyanto menjadi tersangka dan langsung ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri menginstruksikan seluruh kader PDIP yang menjadi kepala daerah menunda keberangkatan untuk kegiatan retret di Magelang.
Dari 97 kepala daerah yang merupakan kader PDIP, ada 51 kepala daerah kader PDIP yang sudah ikut dalam retret dari hari pertama. Sebagian sisanya menunggu di Magelang hingga ada arahan lebih lanjut. Namun pada Minggu malam (23/2/2025), 17 kepala daerah kader PDIP termasuk Pramono Anung dan Hasto Wardoyo, ikut bergabung di kegiatan retret yang digagas Presiden Prabowo Subianto tersebut.
Dosen Ilmu Politik Universitas Udayana (Unud) Efatha Filomeno Borromeu Duarte menilai instruksi Megawati bukan sekadar reaksi politik spontan, melainkan manuver strategis dalam mendefinisikan ulang peran PDIP di era transisi kekuasaan.
“Pada dasarnya, ini bukan sekadar konflik personal atau hukum. Ini adalah kalkulasi politik jangka panjang PDIP untuk tetap menjadi pemain dominan di era pasca-Jokowi,” ujar kata Efatha, dikutip Selasa (25/2/2025).
Ia meyakini, PDIP sedang menunjukkan upaya sistematis untuk mendekonstruksi warisan politik Jokowi, sekaligus menjaga kelenturan politiknya di bawah pemerintahan yang baru
“Dengan mengarahkan serangan ke Jokowi, bukan Prabowo, PDIP menunjukkan upaya sistematis,” ujarnya.
Efatha merujuk tiga indikator utama yang menunjukkan pola upaya delegitimasi ini. Pertama, permintaan Hasto Kristiyanto agar Jokowi diperiksa sebelum dirinya ditahan bukan sekadar bentuk perlawanan hukum, melainkan strategi reframing politik yang bertujuan mengalihkan isu dari kasus personal ke problem struktural dalam penegakan hukum.
Kedua, tuduhan bahwa KPK dikendalikan oleh aktor eksternal melalui AKBP Rossa membangun narasi bahwa PDIP adalah korban represi kekuasaan, bukan sekadar partai yang terseret kasus hukum.
“Dan ketiga, dengan menekankan bahwa kasus Hasto sudah berjalan sejak sebelum Prabowo berkuasa, PDIP menghindari benturan langsung dengan pemerintahan baru, memungkinkan mereka untuk tetap relevan dalam dinamika politik mendatang,” bebernya.
Efatha menegaskan, strategi ini pada dasarnya adalah eksperimen reposisi menjauh dari Jokowi untuk membentuk ulang narasi oposisi, tetapi tetap menyisakan ruang diplomasi dengan Prabowo.
“Jika berhasil, PDIP akan mengukuhkan dirinya sebagai kekuatan oposisi utama yang kredibel. Tetapi, jika gagal mendapatkan dukungan publik, langkah ini bisa menjadi bumerang, mengisolasi PDIP di luar lingkar kekuasaan tanpa daya tawar yang signifikan lagi,” pungkasnya. []
© Copyright 2025, All Rights Reserved