Ini Saatnya Menguji "Merah Putih" Hary Tanoe

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, M Jamiluddin Ritonga, mengatakan, saat ini adalah waktu yang tepat untuk menguji "Merah Putih" atau jiwa nasionalisme konglolmerat pemilik korporasi raksasa MNC Group Hary Tanoesoedibjo (Hary Tanoe).
Menurut Jamil, pemerintah Indonesia harus memasukkan Hary Tanoe dalam delegasi, menyusul kebijakan mengejutkan terkait tarif baru yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap barang-barang produk kiriman dari Indonesia sebesar 32%.
"Kedekatan Hary Tanoe dengan Trump harus dibuktikan. Jika kedekatan bos MNC Group itu dengan Trump benar adanya, maka ada peluang Trump mau menurunkan tarif resiprokal 32% atau tak menutup kemungkinan menjadi zero persen atau 0%," kata Jamiluddin, dikutip Minggu (6/4/2025).
Menurut Jamil, kedekatan Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mestinya membawa kebaikan dan kemajuan bagi dua negara.
Jamil mengatakan, hal itu juga untuk menguji Hary Tanoe sebagai anak bangsa. Indonesia ingin melihat Hary Tanoe dalam memperjuangkan kepentingan bangsa dan negaranya.
"Jadi melibatkan Hary Tanoe sekaligus menguji darah merah putihnya,” kata Jamil.
Selain itu, Jamil juga berpandangan bahwa jika momen-momen seperti ini sekaligus menguji nasionalisme Hary Tanoe, apakah dia lebih mementingkan negara ketimbang bisnisnya.
“Hary Tanoe perlu diuji sebagai sosok yang mementingkan bisnis pribadinya belaka, atau juga mementingkan kepentingan bangsa dan negaranya. Untuk itu, penyelesaian tarif resiprokal 32% dapat digunakan untuk menilai sosok Hary Tanoe sesungguhnya,” pungkas Jamil.
Sebelumnya, Presiden AS Donal Trump mengumumkan pemberlakuan tarif dasar 10% untuk semua barang impor dari negara asing pada Rabu (2/4/2025) atau Kamis (3/4/2025) dini hari WIB.
Selain tarif dasar, Trump juga memberlakukan tarif yang lebih tinggi untuk negara-negara yang dianggap sebagai "pelanggar terburuk" dalam hal hambatan perdagangan, termasuk Indonesia.
Media The Hill melaporkan, tarif yang lebih tinggi diberlakukan untuk beberapa negara, seperti China yang dikenakan tarif 35%, Uni Eropa 20%, Vietnam 46%, Taiwan 32%, dan Jepang 24%.
Negara lain yang terkena tarif lebih tinggi termasuk India dengan 26%, Swiss 21%, Malaysia 24%, Indonesia 32%, Kamboja 49%, dan Inggris 10%.
Menurut Trump, tarif ini dihitung dengan menggabungkan tarif dan hambatan non-moneter, seperti manipulasi mata uang, yang kemudian dibagi dua. Dia juga menyatakan bahwa tarif ini tidak sepenuhnya timbal balik.
“Tarif ini tidak sepenuhnya timbal balik. Saya bisa saja melakukannya, tapi itu akan sulit untuk banyak negara,” kata Trump.
Trump mencontohkan, Uni Eropa mengenakan tarif sebesar 39% terhadap impor AS, dan AS 'membalasnya' dengan mengenakan tarif sebesar 20%.
Trump menyebut kebijakan ini sebagai "declaration of economic independence" atau deklarasi kemerdekaan ekonomi AS.
Trump mengaku dirinya sudah memperkirakan bahwa kebijakan tarif tinggi ini akan menuai kritik, namun Trump juga sudah mendengar keluhan terkait penanganannya terhadap China dan kesepakatan perdagangan dengan Meksiko serta Kanada di masa jabatan pertama.
"Akan ada keluhan dari kalangan globalis, pihak yang mengutamakan outsourcing, kepentingan khusus, dan berita palsu," kata Trump.
Tarif 10% mulai berlaku Jumat (5/4/2025), waktu AS. Sementara tarif untuk sekitar 60 negara lainnya akan diberlakukan mulai 9 April 2025.
Selain itu, Trump juga mengumumkan tarif sebesar 25% untuk semua mobil buatan luar negeri, yang mulai berlaku pada 3 April 2025. []
© Copyright 2025, All Rights Reserved