Kebijakan Tarif Impor AS, Bencana Ekonomi RI

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, M. Hanif Dhakiri meminta pemerintah segera merespons kebijakan Amerika Serikat (AS) yang memberlakukan tarif impor tambahan sebesar 32 persen terhadap produk Indonesia dengan langkah nyata, terarah, dan berpihak.
Menurut Hanif Dhakiri, kebijakan AS tersebut merupakan alarm serius bagi ekonomi nasional.
“Ini bukan sekadar urusan dagang, tapi pukulan langsung ke industri padat karya dan jutaan pekerja. Pemerintah tak bisa hanya berdiri di pinggir lapangan. Harus turun tangan penuh,” kata Hanif kepada wartawan, Jumat (4/4/2025).
Politikus PKB ini menyebut, kebijakan tarif dari AS ini menyasar langsung komoditas ekspor unggulan Indonesia seperti alas kaki, tekstil dan garmen, minyak nabati, serta alat listrik.
Nilai ekspor Indonesia ke AS pada 2023 mencapai 31 miliar dolar AS atau sekitar Rp500 triliun, tertinggi kedua setelah China.
“Kalau tidak diantisipasi, dampaknya bisa meluas. Ekspor turun, PHK meningkat, inflasi naik, dan daya beli masyarakat tertekan,” ujarnya.
Hanif juga menyinggung nilai tukar rupiah yang menyentuh Rp16.675 per dolar AS. Padahal Bank Indonesia (BI) telah menggelontorkan lebih dari 4,5 miliar dolar AS cadangan devisa untuk intervensi pasar.
“Strategi moneter penting, tapi tak cukup. Tanpa penguatan sektor riil dan fiskal, ekonomi kita bisa limbung,” tutup Hanif.
Pada tanggal 2 April 2025, Presiden AS Donald Trump resmi memberlakukan tarif dasar 10 persen untuk seluruh negara, dan tarif tambahan bervariasi berdasarkan penilaian atas praktik perdagangan negara mitra.
Indonesia dikenakan tarif tambahan 32 persen atas sejumlah produk, sedangkan negara lain dikenai tarif berbeda.
Misalnya Vietnam 46 persen dan China 34 persen. Penetapan ini mengacu pada kalkulasi hambatan perdagangan, manipulasi mata uang, dan akses pasar. []
© Copyright 2025, All Rights Reserved