Banjir Besar, Bukti Ekosistem Perkotaan Makin Buruk

Banjir di Jabodetabek bukan hanya akibat cuaca ekstrem, tetapi juga bukti bahwa ekosistem perkotaan semakin tidak mampu menahan tekanan lingkungan.
Banjir besar yang melumpuhkan Jabodetabek pada Selasa (4/3/2025) lalu adalah peringatan keras bagi kebijakan tata ruang dan pengelolaan lingkungan di kawasan perkotaan.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif Greenpress, Igg Maha Adi.
“Urbanisasi yang masif, pengalihan fungsi lahan hijau, serta sistem drainase yang usang memperparah kondisi ini. Kita tidak bisa terus-menerus menganggap ini sebagai bencana alam belaka tanpa melihat faktor-faktor yang memperburuk dampaknya,” demikian disampaikan IGG Maha Adi melalui keterangan tertulisnya, Jumat (7/3/2025).
Ia mengatakan, data menunjukkan, di Jakarta, sedikitnya 105 rukun tetangga (RT) dan lima ruas jalan terdampak banjir pada Selasa (4/3/2025), dengan total pengungsi di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur mencapai 1.229 jiwa yang tersebar di sebelas lokasi pengungsian.
Sekretaris Jenderal Greenpress, Marwan Aziz juga menambahkan, kerugian ekonomi akibat banjir diperkirakan mencapai miliaran rupiah, mencakup kerusakan rumah, infrastruktur, dan terganggunya aktivitas ekonomi masyarakat.
“Setiap tahun, kita menghadapi siklus kerugian yang sama akibat banjir. Sudah saatnya kita beralih ke pendekatan yang lebih proaktif dan berkelanjutan dalam penanganan masalah ini,” kata Marwan.
Marwan menegaskan, ada hal yang perlu dilakukan sebagai pencegahan agar bencan tak terulang.
“Kita tidak bisa lagi mengandalkan pendekatan reaktif setiap kali banjir datang," kata Marwan.
Greenpress menawarkan beberapa solusi strategis untuk mengurangi risiko banjir di masa mendatang sebagai berikut:
Pertama, Rehabilitasi Kawasan Resapan Air. Pemerintah daerah perlu meninjau kembali kebijakan alih fungsi lahan dan melakukan restorasi kawasan resapan air, seperti hutan kota, danau, serta ruang terbuka hijau yang semakin tergerus oleh pembangunan betonisasi.
Kedua, Revitalisasi Drainase dan Pengelolaan Air Hujan. Teknologi drainase berbasis natural water retention harus diterapkan, seperti kolam retensi, sumur resapan, dan infrastruktur hijau yang mampu mengendalikan aliran air hujan sebelum mencapai permukiman warga.
Ketiga, Pemberdayaan Masyarakat dalam Mitigasi Bencana. Warga harus dilibatkan dalam skema mitigasi banjir berbasis komunitas, termasuk edukasi tentang pentingnya konservasi lingkungan dan sistem peringatan dini yang lebih efektif. []
© Copyright 2025, All Rights Reserved