Tindakan represif yang ditunjukkan oknum aparat kepolisian dalam menangani demontrasi menoalak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), akan semakin membuat sulit pemerintah menjelaskan kebijakan itu kepada masyarakat.
Pernyataan itu disampaikan Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Lukman Edy menanggapi tindakan represif oknum polisi terhadap demontarasi mahasiswa di Pekanbaru dan Makasar.
"Dengan adanya tindakan represif ini alasan kenaikan akan lebih susah dijelaskan. Ini akan melahirkan penolakan baru yang tidak substantif terhadap upaya pemerintah," ujar Lukman, kepadap pers di Jakarta, Sabtu (29/11).
Lukman mengatakan, aksi penolakan masyarakat terhadap kenaikan BBM diperkirakan akan meningkat. Sementara pemerintah ingin substansi kenaikan BBM bisa dipahami masyarakat.
"Secara resmi Fraksi PKB MPR mengecam tindakan represif aparat keamanan yang kasar dan keras kepada mahasiswa," ujar politisi asal daerah pemilihan Riau II itu.
Lukman menambahkan, aksi aparat di kedua kota itu bisa dikenai pasal penghinaan terhadap agama. "Kesannya ada penghinaan, dan bisa dimasukkan kepada pasal penghinaan agama karena polisi masuk ke masjid pakai sepatu. Jelas melanggar etika Islam. Padahal, hukum di Indonesia berdasar pada nilai yang berkembang dalam sebuah masyarakat," ujar dia.
Lukman mendesak Kapolri segera mengusut aksi koboi anggotanya tersebut. Mereka yang terbukti melanggar, harus ditindak sesuai aturan yang berlaku.
"Kapolri harus mengusut anggotanya yang masuk rumah ibadah baik di Makassar dan di Pekanbaru. Kapolri juga harus minta maaf terutama kepada umat Islam," tandas dia.
Sebelumnya, polisi di Pekanbaru dikabarkan mengejar dan memukuli mahasiswa hingga ke dalam musala. Aksi tersebut terjadi saat aparat berusaha membubarkan paksa demonstrasi menolak kenaikan BBM yang dilakukan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) gabungan di depan Kantor RRI, Selasa (25/11) sore, bertepatan dengan kedatangan Presiden Joko Widodo ke kota itu.
© Copyright 2024, All Rights Reserved