Dalam bidang ksesehatan, dokter adalah salah satu profesi yang strategis dalam pelayanan kesehatan primer masyarakat. Dokter merupakan garda terdepan yang senantiasa berhubungan dengan masyarakat. Bagi masyarakat, sosok dokter selalu menjadi panutan dalam penerapan perilaku hidup bersih dan sehat.
Dalam pandangan Presidium Persatuan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Dyah Agustina Waluyo, relasi yang terjalin antara masyarakat dengan dokter selama ini belum berada pada tahap ideal, seperti yang seharusnya. Umumnya, masyarakat baru ingat akan dokter ketika mereka telah terjangkit penyakit. Kalau sakit, baru ingat dokter.
“Sayang, masyarakat datang ke dokter setelah terjangkit penyakit. Seharusnya, mereka datang untuk berkonsultasi mengenai tindakan preventif apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi resiko terjangkit penyakit. Dalam kedokteran, kejadian penyakit merupakan babak akhir dalam sebuah proses. Harusnya dicegah sebelumnya,” kata Dyah Agustina kepada politikindonesia.com usai Press Conference Simposium Ilmiah Lifebuoy dan Dokter Umum Upayakan Promotif-Preventif: Cegah Penyakit Infeksi Menular untuk Keluarga Indonesia yang Lebih Sehat di Jakarta, Sabtu (30/03).
Dyah menyebut, jumlah dokter umum saat ini mencapai 80 ribu orang. Sedangkan dokter spesialis sebanyak 20 ribu orang. Semuanya tersebar di seluruh Indonesia. Seharusnya, tambah Dyah, dengan jumlah sebanyak itu, dokter umum bisa menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan primer di masyarakat.
PDUI melihat kondisi dokter umum saat ini seperti terjepit di kalangan masyarakat. “Masyarakat kerap mendatangi bidang atau tenaga medis lainnya jika mengalami kesulitan yang rendah dalam kesehatan. Sedang untuk tingkat kesulitan yang tinggi, masyarakat memilih dokter spesialis,” padahal, sambung Dyah, “setelah menjalani pendidikan dokter selama 5-6 tahun, seorang dokter umum jelas telah memiliki kompetensi dalam pelayanan kesehatan.”
Kepada Elva Setyaningrum, Dyah bercerita panjang lebar tentang peran dokter umum di masyarakat. Ia juga mengomentari maraknya iklan pengobatan alternatif di media saat ini. Seperti apa sistem kesehatan yang ideal di Indonesia dalam pandangannya? Berikut petikan wawancaranya.
Seperti apa peran dokter umum dalam penanggulangan kesehatan masyarakat?
Dokter umum adalah garda paling depan yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Sosok dokter selalu menjadi panutan dalam penerapan perilaku hidup bersih dan sehat. Dokter umum itu berperan dalam setiap tahapan pelayanan kesehatan yang terdiri dari promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Dokter umum itu tidak hanya semata mengobati pasiennya. Ia harus punya kemampuan konseling. Pemberian konseling atau saran kepada pasien beberapa menit setelah melakukan tindakan medis itu penting untuk memberi pengetahuan dalam mendorong hidup sehat agar kehidupan pasien dan keluarganya lebih baik.
Idealnya, pelayanan kesehatan tidak perlu lagi menunggu seseorang sakit. Dalam hal ini, sebenarnya sebagian masyarakat sudah paham, tapi perlu diingatkan untuk menerapkannya.
Faktanya, kebanyakan masyarakat baru datang ke dokter setelah mengalami sakit?
Benar. Ada semacam paradigma yang salah dan berkembang di masyarakat saat ini. Ada anggapan dokter umum adalah dokter kelas dua. Sedangkan, dokter spesialis mempunyai kelas tersendiri.
Kondisi ini terus berkembang karena tidak adanya pihak yang mengukur tingkat kemampuan dokter. Memang, saat ini sudah terdapat standar profesi kedokteran yang berlaku. Namun, standar profesi itu belum cukup memberikan pelayanan kesehatan maksimal di masyarakat.
Kalau kita cermati, sebagian besar masyarakat lebih memilih mengkonsumsi obat yang ada di pasaran bebas sebagai bentuk pertolongan pertama dari penyakit yang dideritanya. Padahal kejadian penyakit merupakan babak akhir dalam sebuah proses kesehatan. Oleh karena itu upaya mengobatan merupakan hal yang wajib dilakukan untuk menghindari penderitaan masyarakat.
Bagaimana dengan penyebaran dokter umum di Indonesia?
Saat ini, jumlah dokter umum di Indonesia mencapai lebih dari 80.000 dokter umum. Akan tetapi penyebarannya tidak merata dan kebanyakan terpusat di kota-kota besar saja. Itulah yang menyebabkan masih ada sekitar 30 persen pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) tidak memiliki dokter umum.
Keengganan dokter umum untuk mengabdikan jasanya di Puskesmas, karena dokter umum melihat sisi investasi dari penempatan. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama dari pemerintah daerah untuk mendorong para dokter bekerja di daerah dengan menyediakan fasilitas agar nantinya Puskesmas memiliki kelengkapan tenaga medis dalam menghadapi permasalahan kesehatan masyarakat.
Menurut Anda, apa keunggulan dari dokter umum?
Keunggulannya terutama pada aspek preventif dan promotif. Sayangnya, selama ini peningkatan kompetensi dokter di Indonesia kurang dikembangkan, sehingga kualitas dokter umum di Indonesia dinilai rendah.
Coba lihat maraknya penyakit yang berkembang di masyarakat. Seharusnya, dokter umum dapat melakukan diagnosis dini. Dengan diagnosis tersebut, peran dokter dalam tindakan promotif dan preventif dapat dilaksanakan. Sehingga masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau. Profesionalisme dokter umum pun bisa terus meningkat.
Apa tanggapan Anda, dengan maraknya iklan pengobatan tradisional di masyarakat?
Perkembangan pengetahuan bidang pengobatan nonkonvensional (pengobatan alternatif) saat ini, memang banyak sekali dimanfaatkan oleh masyarakat. Perkembangan itu juga diikuti maraknya iklan pengobatan berbagai macam penyakit yang terkadang bisa membuat masyarakat tertipu. Iklan pengobatan non konvensional itu sering kali bias dan berlebihan.
Misalnya, pengobatan yang ditawarkan belum terbukti berkhasiat/terjamin standar mutu dan keamanannya. Bahkan, pemberi layanan juga kerap menggunakan gelar akademis profesi kesehatan yang diragukan keabsahannya. Jadi, di tengah banyaknya tawaran pengobatan nonkonvensional, masyarakat harus berhati-hati dan selektif memilih pengobatan.
Bicara soal sistem kesehatan, seperti apa yang ideal untuk Indonesia?
Kami sedang merintis sistem dokter keluarga. Saat ini sudah ada beberapa pemerintah daerah (Pemda) yang melaksanakannya. Seperti di Pemda Bontang, Kalimantan Timur dan di Kota Padang, Sumatera Barat. Kita berharap konsep dokter keluarga ini bisa memperbaiki sistem rujukan pelayanan kesehatan dan pembiayaan kesehatan.
Konsep dokter keluarga juga sudah bisa diterapkan di wilayah perkotaan seperti di Jakarta. Dengan jumlah penduduk sekitar 10 juta jiwa wilayah ini hanya membutuhkan 4.000 dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan primer yang lebih bersifat preventif. Tinggal membangun sistem pembiayaan berbasis asuransi, sudah bisa dijalankan.
Sebetulnya, dalam konsep pelayanan dokter keluarga satu dokter diplot untuk memberikan pelayanan kesehatan hanya kepada 2.500 jiwa di satu wilayah kerja. Sedangkan pembiayaan pelayanannya dilakukan berbasis asuransi.
Bagaimana hitung-hitungan biayanya?
Menurut hitung-hitungan IDI (Ikatan Dokter Indonesia), setiap individu cukup mengeluarkan semacam premi asuransi Rp10.000 per bulan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Dengan model prabayar, semakin sedikit pasien yang sakit pendapatan dokter akan semakin banyak. Tidak seperti sekarang, semakin banyak yang sakit semakin banyak pendapatan dokter. Perubahan paradigma ini tentu akan berdampak nyata terhadap kualitas pelayanan.
Selain dapat menekan biaya kesehatan penerapan sistem pelayanan dokter keluarga juga akan berdampak nyata terhadap penurunan insiden penyakit. Selain itu juga dapat memberikan pelayanan yang sifatnya kuratif kepada masyarakat di wilayah kerjanya. Dokter keluarga juga akan melakukan promosi kesehatan dan upaya preventif lainnya.
Lalu, sistem rujukan dokter keluarga ini seperti apa?
Saya yakin, dengan konsep dokter keluarga, sistem rujukan yang selama ini carut marut lambat laun akan berjalan baik. Setiap kejadian penyakit dapat dideteksi di layanan kesehatan tingkat pertama sejak dini. Karena dokter keluarga hanya melayani satu komunitas terbatas sehingga dia akan mengetahui kondisi kesehatan setiap pasien yang dilayani serta bisa mendeteksi dengan cepat gejala penyakit yang diderita pasien.
Jika komitmen Pemda nya untuk mempercepat pembangunan kesehatan kuat, penerapan sistem pembiayaan kesehatan berbasis asuransi tidak sulit dilakukan.
Bagaimana penilaian Anda dengan PHBS di masyarakat?
PHBS masyarakat saat ini sebenarnya masih memprihatinkan. Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011 yang dilansir dari website www.depkes.go.id prosentase tingkat keberhasilan PHBS rumah tangga secara nasional mencapai 53,89 persen. Salah satu indikator utama PHBS di rumah, sekolah dan lingkungan kerja adalah kebiasaan cuci tangan pakai sabun (CTPS). Karena dengan CTPS telah terbukti secara medis mencegah tingkat kejadian penyakit infeksi menular. Upaya pencegahan bisa dilakukan mulai dari diri sendiri dan keluarga. Dengan upaya pencegahan itu, tidak saja menghemat biaya kesehatan tapi juga menghindari penderitaan masyarakat. Karena pencegahan selalu lebih baik dari pada mengobati.
© Copyright 2024, All Rights Reserved