Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak berkeinginan secara sungguh-sungguh untuk memberantas tindak pidana korupsi.
Hal itu dikatakan Ketua KPK Abraham Samad menanggapi salah satu poin dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang memuat ketentuan bahwa pemanggilan anggota DPR oleh penegak hukum harus seizin Presiden RI.
Menurut Abraham, kalau MD3 memuat aturan tentang itu, berarti DPR dan pemerintah tidak punya keinginan memberantas korupsi secara sungguh-sungguh. Padahal praktik korupsi di Indonesia sudah berkembang secara masif sehingga diperlukan tindakan progresif untuk memberantasnya.
"Bukan justru membuat aturan yang melemahkan pemberantasan korupsi," kata Abraham, Jumat (11/07).
Abraham mengatakan, penegakkan hukum dan pemberantasan korupsi tidak bolah dihalangi aturan-aturan yang baru dibuat, termasuk Revisi UU MD3.
Hal senada dikatakan Juru Bicara KPK Johan Budi. Menurut Johan, revisi UU MD3 yang memuat poin soal izin presiden tersebut sebagai langkah mundur. "Ini langkah mundur dan tidak sejalan dengan semangat reformasi dan upaya pemberantasan korupsi," kata Johan.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk perubahan UU MD3 mengkritisi revisi salah satu pasal UU MD3 yang menyebutkan pemanggilan anggota DPR harus seizin Presiden RI.
Koalisi masyarakat sipil menilai ketentuan tersebut cenderung membuat anggota DPR sulit disentuh proses hukum. Proses birokratisasi izin pemeriksaan tersebut juga akan menghambat proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan penegak hukum. Hal ini akan membuat proses hukum terhadap anggota DPR menjadi tersendat.
© Copyright 2024, All Rights Reserved