Memiliki kehidupan serba berkecukupan adalah dambaan semua orang. Namun, tidak semua orang yang telah mencapai kehidupan yang serba cukup mau berbagi dengan sesamanya. Gerakan berbagi ini, kiranya perlu untuk menjadi sebuah gerakan sosial.
Setidaknya, demikian pemikiran dari aktivis sosial Amalia Medina Madjidhan yang lebih dikenal dengan nama Ina Madjidhan pemrakarsa ‘Gerakan Berbagi’. Bermula dari kegiatannya berbagai nasi kepada orang lain yang membutuhkan pada tahun 2010, ia terus mengembangkan ‘Gerakan Berbagi’ ini.
Jika dulu hanya di wilayah Jakarta Selatan saja, kini program berbagi nasi telah menyebar ke Bali, Kalimantan, Padang, dan beberapa wilayah lainnya dengan bantuan relawan dari Gerakan Berbagi yang ada di daerah-daerah tersebut.
Lewat kampanye ini, wanita kelahiran Samarinda, 9 November 1973 ini ingin menggelorakan sikap peduli sesama dan gotong royong. “Tujuan saya cuma satu, untuk menyebarkan virus yang sama, yaitu bagaimana kita bisa berbagi tanpa harus diminta. Dengan begitu, semangat gotong royong yang sudah ada di Indonesia sejak dulu bisa kembali ada di tengah-tengah kita,” ujar dia kepada politikindonesia.com seusai di Jakarta, Rabu (17/10). Ina terpilih sebagai 1 dari 3 inspiring women versi Sunlight dalam kampanye '100 Kekuatan Cinta Wanita'
Bagi perempuan yang gemar membaca ini, berbagi adalah kewajiban semua orang. Tidak seorang pun manusia yang mampu hidup sendiri. Sebenarnya, Ina pun merasa tidak mempunyai kekayaan berlebih. Tapi, ia merasa cukup.
Ina mengibaratkan kehidupan manusia itu tidak ubahnya seperti gelas. Jika gelas itu terisi terus menerus, maka pada suatu ketika ia akan penuh. Untuk itu, perlu kiranya berbagi isi gelas tersebut, agar gelas itu dapat diisi kembali.
Kepada Elva Setyaningrum, lulusan Diploma Visual Communication di Australia dan London School of Public Relation angkatan pertama ini bercerita tentang dunia sosial tempat kini ia berkecimpung. Berikut petikan wawancaranya.
Bagaimana ceritanya Anda bisa tertarik dengan dunia sosial?
Awalnya dari kegiatan sederhana, berbagi nasi kepada orang lain. Itu tahun 2010. Setiap Jumat, saya rutin berbagi makanan untuk mereka yang kekurangan. Makanan adalah kebutuhan pokok setiap orang, sedih rasanya melihat begitu banyak orang yang masih kekurangan kebutuhan pokok tersebut.
Inilah yang kemudian menarik saya lebih dalam pada kegiatan sosial. Saya mulai ikut menjadi relawan di berbagai kegiatan sosial. Mulai dari bidang kesehatan sampai pendidikan.
Saya lalu berpikir, setiap manusia ibaratkan sebuah gelas. Suatu masa ketika gelasnya sudah penuh, ia mesti menuangkan air dalam gelas itu agar dapat kembali mengisinya. Nah, saya merasa seperti itu. Kita harus berbagi isi gelas kita agar kita dapat menerima kembali.
Ketika itu saya sudah bekerja sebagai instruktur senam, punya keluarga bahagia dengan satu anak. Suami bekerja sebagai wirausaha dan saya juga punya penghasilan. Hidup saya tidak berlebihan, tapi merasa cukup. Sejak itu saya mulai ingin berbuat bagi orang lain. Tentu, sesuatu yang bisa saya lakukan tanpa harus memaksakan diri.
Pernah mengajak teman-teman untuk melakukan kegiatan sosial ini?
Selalu. Saya selalu berkomunikasi dengan teman-teman tentang kegiatan sosial sampai saat ini. Tapi, sifatnya hanya ajakan. Saya hanya mengajak, tidak pernah memaksa. Semua itu kembali lagi pada diri mereka sendiri. Untuk melakukan kegiatan sosial seperti ini, harus dari keikhlasan pribadi. Tak ada paksaan.
Tidak mudah memang menggerakkan hati orang lain untuk ikut berbagi. Lebih mudah mengajak teman-teman untuk makan siang daripada mengajak mereka mengunjungi rumah sakit atau kawasan kumuh untuk membantu orang lain. Tapi, dengan kecanggihan teknologi dan social media, berbagai kegiatan berbagi ini jadi sedikit dimudahkan. Artinya, lebih banyak orang yang tahu tentang aksi ini, dan banyak pula yang jadi relawan.
Untuk aksi berbagi yang anda lakukan, bagaimana menggalang dananya?
Kita paparkan kondisi yang sebenarnya kepada khalayak, bahwa akan ada kegiatan ini, dan kondisi yang ada sekarang seperti ini. Pesan ini kita sampaikan media sosial dan pesan broadcast.
Ada banyak kegiatan yang kita lakukan. Mulai dari berbagi nasi hingga kini gerakan berbagi berkembang pada banyak aspek, seperti program berbagi pangan, tanggap darurat, kesehatan, dan berbagi buku pendidikan.
Semua orang bisa menitipkan donasi dan bantuan, tapi tidak semua orang bisa berinteraksi secara langsung dengan anak-anak tersebut. Gerakan berbagi ini menggiatkan kawan-kawan untuk terjun langsung.
Adakah tantangan yang Anda hadapi?
Tuhan itu tidak akan memberikan sesuatu dengan mudah atau dengan begitu saja. Saya mengawali kegiatan sosial ini dengan banyak kendala. Salah satunya, ketika saya mengurus anak-anak jalanan di bawah kolong jembatan Kampung Melayu. Mereka sudah terbiasa hidup di jalanan. Mereka adalah tipe yang tidak mudah percaya kepada orang yang belum dikenal. Dengan modal nekat. Beberapa kali, saya datang untuk melakukan pendekatan. Saya sampaikan, ingin memberikan kegiatan kepada anak-anak. Tentu saja kegiatan yang menyenangkan. Butuh waktu dan mesti pelan-pelan sampai akhirnya mereka mengizinkan. Saya dan para relawan sosial lain berusaha membuat kegiatan yang menyenangkan, seperti menari dan lain-lain.
Apa yang paling penting untuk bisa fokus pada suatu kegiatan sosial?
Komitmen pada manajemen waktu saja, itu yang penting. Semua orang punya waktu yang sama, yaitu 24 jam dalam sehari. Nah, kalau orang lain bisa memberikan waktunya untuk berbagi, kenapa kita tidak bisa. Seorang relawan memang harus pandai memposisikan dirinya sebagai orang yang mandiri dalam membuat sebuah terobosan kegiatan. Itulah yang saya lakukan, dengan cepat dan tepat saya harus mampu mengambil keputusan.
Bagaimana perkembangan ‘Gerakan Berbagi’ yang anda prakarsai kini?
'Gerakan Berbagi' selalu mempunyai program setiap bulannya. Program terbaru adalah mengunjungi rumah sakit untuk menghibur anak-anak yang sedang menderita. Selain itu, adapula kunjungan ke Yayasan Sayap Ibu Bintaro Panti Penyantunan & Rehabilitasi Anak Cacat Ganda Terlantar. Dalam bidang pendidikan, ada sekitar 50 lebih anak-anak yang dicarikan orangtua asuh untuk membiayai pendidikan mereka, seperti dari SPP, seragam, dan kebutuhan sekolah lainnya
Untuk gerakan tanggap darurat, relwan dari Gerakan Berbagi sudah memiliki 70 pendonor siaga yang lolos pemeriksaan ketat untuk aferesis (teknik pengeluaran komponen darah tunggal dari pasien atau donor).
Dengan banyaknya kegiatan sosial anda, bagaimana mengurus keluarga?
Allah memang memberikan saya 24 jam. Cukup nggak cukup, itu cukup. Saya masih bisa nyuci, saya masih bisa mengurus anak, saya masih bisa ke salon. Jadi, manajemen waktu itu memang dibikin sedemikian rupa oleh Yang Maha Mengatur ini bahwa saya mampu. Suami dan anak-anak juga mendukung kegiatan sosial yang saya tekuni ini.
Jangan pernah membatasi diri untuk melakukan kebaikan, jangan pernah bilang bahwa diri kita nggak bisa karena kebaikan sekecil apa pun pasti akan berdampak. Untuk aksi sosial yang bicara cuma hati ya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved