Bank Indonesia (BI) menilai ekonomi Indonesia telah siap untuk menerapkan kebijakan redenominasi mata uang. BI berharap rancangan undang-undang (RUU) redenominasi mata uang bisa masuk ke dalam prolegnas untuk segera dibahas dan disahkan DPR pada tahun ini.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan tahun lalu pihaknya telah mengajukan RUU redenominasi mata uang untuk dibahas di dalam prolegnas tahun ini. Namun, RUU tersebut belum terpilih karena prolegnas tahun ini fokus pada undang-undang terkait penerimaan negara.
"Kalau dari sekarang sampai akhir tahun ada kesempatan untuk masukkan RUU redenominasi mata uang, kami tentu akan ingin memasukkan," kata Agus Marto usai acara buka puasa BI bersama media, Senin (29/05).
Menurut Agus, BI berharap DPR dapat mempertimbangkan pembahasan RUU tersebut karena di dalamnya hanya memuat 18 pasar. Penyampaian RUU ini tergantung kepada Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Keuangan.
Saat ini, kondisi ekonomi Indonesia dinilai sudah tepat untuk menerapkan redenominasi, terutama ketika kondisi inflasi rendah dan pertumbuhan ekonomi membaik pada kuartal I/2017 sebesar 5,01 persen yoy.
"Kami lihat kuartal I/2017 dibandingkan kuartal I/2017 atau di banding kuartal IV/2016 semuanya lebih baik, jadi ini saat yang tepat," kata Agus.
Terlepas dari niat BI, Agus mengungkapkan undang-undang redenominasi mata uang sangat baik dan ini bukan sannering atau pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang.
BI merekomendasi kebijakan ini karena redenominasi itu baik untuk reputasi ekonomi Indonesia, serta untuk efisiensi dan akuntabilitas keuangan. Langkah tersebut adalah redenominasi, menentukan ulang jumlah angka dari mata uang dan secara bersamaan harga barang dan jasa yang harus disebutkan ulang. Diperkirakan transisi redenominasi mencapai minimum tujuh tahun.
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menjelaskan, kajian redenominasi sudah disiapkan sejak 2012. "Nantinya, dilakukan secara top down jadi mulai dari institusi pemerintah dulu baru ke bawah," kata Dody.
Dua tahun lalu itu, sebetulnya RUU Redenominasi sudah pernah masuk prolegnas. Ketika itu, usulan pembahasan datang dari DPR. BI masih berharap RUU ini bisa masuk lagi ke dalam prolegnas. Namun BI posisinya bukan sebagai inisiator RUU, karena yang harus melakukan adalah pemerintah atau DPR.
Dody menjelaskan redenominasi mata uang sebenarnya bagus. Contohnya, nilai tukar US$1 sekitar Rp13.000 di Indonesia. Sementara itu, negara lain mungkin hanya nominal nilai tukarnya tidak sebanyak itu. "Lebih enak kalau disebut Rp130 kan. Sekarang ini, rasanya terlampau murah, kalau angkanya lebih kecil secara kepercayaan diri kita akan jadi lebih baik," kata Dody.
Dia menyebutkan ada alasan kedaulatan dalam redenominasi. Malaysian Ringgit dan Thailand Baht uangnya sedikit tapi bisa belanja banyak. Padahal, inflasi Indonesia tidak berbeda dengan negara tersebut.
Jika RUU ini berhasil disahkan maka selama transisi akan ada dua uang yang beredar, uang lama sama uang baru. Kedua uang itu nanti akan digunakan paralel.
Adapun, negara lain yang yang berhasil melaksanakan redenominasi tanpa ada gejolak, Turki dan Rumania. Kuncinya dari keberhasilan redenominasi di negara tersebut adalah implementasi yang dilakukan pada saat ekonominya stabil dan inflasinya rendah.
© Copyright 2024, All Rights Reserved