Anggota Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, melempar bola panas. Dia menuding, sekelompok orang di DPR terlibat dalam praktik calo anggaran. Berbagai pihak terlibat, bahkan termasuk anggota DPR.
Sinyalemen itu dikemukakan Bambang, Selasa kemarin (12/10) di Jakarta. Dikatakan Bambang, sindikat percaloan ini beraksi sejak pengalokasian dalam pagu indikatif di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), pembahasan bersama DPR dan pemerintah, hingga pelaksanaannya di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). ”Calo anggaran itu ada dan nyata,” tegas dia.
Hanya saja, sambung Bambang, kalangan di daerah mengaku lebih suka melobi langsung kepada anggota DPR karena lebih efektif dalam memperoleh tambahan anggaran.
Tudingan Bambang ini, dibenarkan pula oleh Trimedya Panjaitan. Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) DPR ini, modus percaloan juga dilakukan dengan mendekati anggota Badan Anggaran DPR. Trimedya sendiri, pernah enam bulan duduk di Badan Anggaran DPR.
Lebih rinci lagi, Bambang menuturkan, para kepala daerah, baik secara langsung maupun melalui orang-orang suruhannya, biasanya mulai bergerilya di Kemenkeu agar mendapat alokasi anggaran berdasarkan pagu indikatif dari Bappenas. Mereka terus mengawal alokasi anggaran itu hingga pembahasan di Gedung DPR.
“Suruhan Kepala Daerah yang bergerilya. Biasanya pengusaha yang kelak memperoleh proyek dari alokasi anggaran tersebut yang mereka kawal,” papar Bambang.
Dalam mengawal alokasi di DPR, para pengusaha ini biasanya tidak langsung mendatangi anggota DPR satu per satu. Mereka cenderung lewat partai politik atau fraksi di DPR. Nanti, sambung Bambang, partai politik atau fraksi yang memerintahkan anggotanya di Badan Anggaran atau panitia kerja DPR untuk bersikap terhadap pos tertentu.
Lebih detail lagi, Bambang menyebut, untuk praktek percaloan seperti ini, para pengusaha biasa memberikan fee 10 persen dari nilai anggaran yang dikawal. Biaya untuk fee biasanya diambil dari potensi keuntungan yang akan diraih pengusaha tersebut dari proyek dalam anggaran yang dibela.
Sementara Trimedya Panjaitan menuturkan, percaloan dilakukan dengan mendekati anggota Badan Anggaran. ”Bagaimana praktik persisnya, saya kurang tahu karena hanya sebentar di Badan Anggaran,” aku dia.
Sedangkan untuk mengurangi percaloan, Trimedya menyarankan, usulan dari kepala daerah itu sebaiknya resmi disampaikan lewat partai politik yang mengusungnya di pemilu kepala daerah. Selanjutnya, partai akan memperjuangkannya lewat anggotanya di DPR.
Dengan begitu, kata Trimedya, partai politik tidak hanya menjadi kendaraan seseorang untuk menduduki jabatan Kepala Daerah. “Partai juga terus bertanggung jawab dan membantu kinerja kepala daerah yang mereka usung.”
Tak hanya kalangan DPR, mantan Ketua DPRD Jawa Timur Fathorrasjid juga membenarkan bahwa DPR, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan sebagai tempat utama calo anggaran beraksi.
Dia menjelaskan, semua usulan anggaran daerah harus dimasukkan ke pusat melalui Kemendagri. Usulan itu, kemudian dikaji dan dimainkan oleh oknum di Kemendagri. Sementara di DPR, biasanya melibatkan oknum anggota yang daerah pemilihannya menempati daerah yang melobi kenaikan anggaran. Oknum tersebut akan mengawal agar usulan anggaran suatu daerah disetujui.
Menurut dia, salah satu cara mendeteksi mata anggaran yang melibatkan percaloan atau tidak bisa dilihat dari daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA). Jika ada program yang mendapat dana lebih besar dari rata-rata yang lain, itu patut dicurigai.
Sementara Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin menyarankan daripada menggunakan calo anggaran, lebih baik pemerintah daerah mengadakan rapat dengar pendapat dengan DPR. Melalui rapat tersebut, pemerintah daerah dapat mengemukakan program kerjanya kepada DPR.
Alex mengaku juga pernah didekati calo anggaran. ”Sebenarnya, yang paling penting meyakinkan DPR dan Kementerian Keuangan bahwa program pemerintah daerah benar-benar untuk kepentingan rakyat,” ungkapnya.
Sedangkan Ketua Fraksi PDI-P DPRD Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Yustinus Sani mengakui, kuatnya jaringan pemerintah daerah, seperti halnya Pemerintah Kabupaten Ende, dalam membangun lobi membuat peluang untuk mendapatkan kucuran dana dari pusat menjadi lebih besar. Jaringan dimaksud, adalah hubungan dengan fraksi-fraksi di DPR, anggota DPR dari daerah pemilihan NTT, atau anggota Dewan Perwakilan Daerah.
© Copyright 2024, All Rights Reserved