Dunia sedang menyaksikan apa yang sekarang terjadi di Amerika Serikat. Bukan hanya gaduhnya politik menjelang Pemilu Presiden, November 2016. Tetapi juga hal-hal lain, seperti penembakan brutal, konflik rasial, penembakan polisi dan menguatnya islamophobia. Negara Adidaya itu sedang menghadapi ujian sejarah.
Demikian pandangan yang disampaikan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui akun twitter pribadinya, @SBY Yudhoyono, Kamis (21/07). SBY menyebut, dirinya tengah berada di Seoul, Korea Selatan, memimpin kegiatan GGGI dalam kapasitasnya sebagai Presiden lembaga itu.
Dari Seoul, SBY mengaku terus mengikuti tayangan Konvensi Nasional Partai Republik yang mencalonkan Donald Trump sebagai Presiden AS pengganti Obama. “Negara adidaya yg sering dianggap sbg "champion of democracy" dan "role model" ini menurut saya sedang menghadapi ujian sejarah,” tulis SBY.
Ketua Umum Partai Demokrat ini mengatakan, AS yang memiliki tentara terkuat dan digelar dimana-mana di belahan dunia, harus menelan pahitnya keadaan ketika tanah airnya sendiri tidak aman
Insiden penembakan dengan korban yang tak sedikit terus terjadi, lanjut dia, bahkan di sejumlah kota para polisinya pun ditembaki oleh penembak gelap. Negara yang aktivis HAM-nya paling kritis dan sering "mengadili" negara lain, ternyata konflik rasial kembali marak dan terjadi di beberapa kota. “Trend yang ada menunjukkan masyarakat Amerika makin nasionalistik, sensitif terhadap negara lain dan Islamophobia juga makin menguat,” tulis SBY.
Ia menambahkan, retorika Trump yang akan larang muslim masuk Amerika Serikat dan akan bangun tembok sepanjang Amerika Serikat dan Meksiko ternyata dapat dukungan yang kuat.
SBY menyebut, situasi pra pilpres makin panas dan kampanye negatif makin menjadi-jadi. Sementara, bentrokan fisik terjadi di sejumlah tempat kampanye.
“Saatnya Amerika lakukan introspeksi dan berbenah diri, karena hampir kita tak percaya semua itu terjadi di negara yang berperadaban maju,” kata SBY.
Mungkin rakyat AS menganggap hal ini adalah urusan dalam negeri mereka, tak ada urusan dengan negara lain. Tapi, menurut SBY, tidaklah demikian. AS mengklaim diirnya sebagai world leader, dan selalu melibatkan diri dalam urusan negara lain. AS juga sering mengekspor demokrasi, HAM dan rule of law.
“Jika masalah domestik tak dibenahi dan tak berikan contoh dalam demokrasi, HAM & rule of law, ia (Amerika) kehilangan legitimasi untuk "ajari" bangsa lain,” tulis SBY.
Pilpres 2016 memang urusan dalam negeri AS. Tetapi yang mereka bicarakan adalah dunia dan juga menyangkut negara lain. “Sekalipun ancaman Trump untuk larang Muslim masuk Amerika Serikat itu baru retorika politik, tetapi telah memunculkan ketegangan dan masalah baru," ujar SBY.
Apalagi, debat dan perang politik di Amerika sekarang ini disaksikan di seluruh dunia melalui tayangan televisi, siang dan malam.
SBY menyarankan agar Indonesia melihat gejolak politik yang ada di AS dengan menyikapinya dengan hati-hati. “untuk Indonesia, kita tentu bersikap netral dalam pilpres di AS. Namun secara moral kita bisa ingatkan agar para politisi AS lebih berhati-hati.”
Mengingat pengaruh dan peran sentralnya, AS harus aktiif mengurangi persoalan dunia. Jika kita diminta pahami AS, AS juga harus pahami yang lain. “Bagi Indonesia, janganlah kita serba silau dengan negara lain. Kita bisa lebih baik. Asalkan kita terus berbenah dan sempurnakan diri," tandas SBY.
© Copyright 2024, All Rights Reserved