Mekanisme hubungan masyarakat (Humas) instansi pemerintah masih lemah. Akibatnya, mereka kadang-kadang tidak bisa mengimbangi pemberitaan media massa yang tidak berimbang dan terus menjelekkan pemerintah.
"Saya kritik ke dalam, bagaimana lemahnya humas pemerintahan. Mereka itu banyak masih project oriented. Saya kritik mereka," kata Sekretaris Kabinet Dipo Alam kepada wartawan di sela rapat kerja pemerintah di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (22/02).
Wartawan mewawancarai Dipo Alam berkaitan dengan pernyataannya yang mengancam memboikot media massa yang sistematis memberitakan keburukan pemerintah. Ia mengatakan akan meminta lembaga pemerintah tak beriklan dan menolak diundang sebagai nara sumber.
Kepada wartawan, Dipo Alam menyebutkan, setidaknya ada tiga media, Metro TV, TVOne dan harian Media Indonesia yang selalu mengulang-ulang pemberitaan menjelek-jelekkan pemerintah. Menurut mantan aktifis ini, media massa tak dilarang mengkritik pemerintah, tetapi harus berdasar fakta.
Dipo mengaku telah memanggil beberapa sekretatis jenderal dan staf hubungan masyarakat beberapa instansi. Kepada mereka Dipo menjelaskan ada beberapa pemberitaan yang tidak berimbang dan selalu menjelekkan pemerintah.
Untuk itu, Dipo meminta para pejabat itu untuk tidak hanya memikirkan proyek. Dipo meminta mereka memikirkan dan menerapkan strategi kehumasan yang efektif untuk memberikan penjelasan benar kepada masyarakat.
"Dari pada kamu bikin baliho besar-besar untuk menteri kamu, dari pada bikin buku berwarna yang begitu mahal sebagai proyek untuk menyenangkan menteri kamu, kamu jelaskan kepada rakyat fakta yang benar," kata Dipo Alam mengulangi perintahnya kepada sejumlah pejabat di instansi pemerintah.
Menurut Dipo Alam, pemberitaan dari beberapa media massa masih tidak berimbang dan hanya menjelekkan pemerintah. Karena itu, dia meminta media massa sebagai salah satu pemangku kekuasaan bisa menggunakan kekuasaan itu secara bijaksana. "Tolong gunakan kekuasaan itu secara berimbang dan tidak tendensius dan terus menerus menyebarkan kebencian kepada pemerintah."
Mengenai pemberitaan yang tidak berimbang dan tendensius, Dipo antara lain memberi contoh saat kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke NTT baru-baru ini. Saat itu, katanya, ada sekelompok kecil, bahkan amat kecil, yang melakukan unjuk rasa. Namun dua stasiun televisi, Metro TV dan TVOne menyebutkan masyarakat NTT menolak Presiden.
"Padahal yang menyambut Presiden jauh lebih banyak. Yang demo tidak sampai 0,001 persen," katanya.
Dipo Alam mengingatkan, publik juga perlu tahu kemajuan-kemajuan yang telah dilakukan oleh pemerintah. Karena itu, tidak adil kalau hanya memberitakan sesuatu yang sudah mengarah pada kebencian atau agenda tertentu.
Menurut Dipo Alam, mengeritik berbeda dengan menjelek-jelekkan. Kalau mengkritik hendaknya disertai fakta yang benar, sehingga tak mengesankan menjelek-jelekan, untuk tujuan tertentu.
Dipo mengatakan, pemerintah tidak antikritik dan tidak otoriter. Pihaknya hanya meminta pers menjalankan prinsif jurnalisme yang berimbang dalam pemberitaannya. "Saya bukan antikritik. Tapi minta pemberitaan berimbang."
© Copyright 2024, All Rights Reserved