Selama 10 tahun memimpin, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tak jarang terkena efek sampping yang eksesif dari perlakuan berlebihan masyarakat pers. Meski efek samping itu acap menimbulkan kegundahan, dalam berbagai perjalanan sejarah kemanusiaan, tidak jarang efek sampingan memperkaya cakrawala dan kearifan.
Hal itu disampaikan Ketua Dewan Pers Bagir Manan dalam sambutannya pada Peringatan Hari Pers Nasional, di Bengkulu, Minggu (09/02). Bagir mengatasnamakan segenap insan pers mengucapkan terima kasih atas keikutsertaan Presiden SBY menumbuhkan, memelihara dan menjaga kebebasan pers.
“Kami yakin hal itu bapak lakukan semata mata atas dasar keyakinan yang dalam, bahwa pers yang merdeka, dengan berbagai kekurangannya jauh lebih berguna daripada pers yang terbelenggu. Pers yang bebas merupakan salah satu prasyarat rakyat berdaulat, prasyarat demokrasi," ujar Bagir.
Ketua Dewan Pers itu mengakui, dalam perjalanan pers bebas, tak jarang Presiden SBY sendiri kena efek sampingan yang eksesif. “Sekali-sekali, efek sampingan menjadi modal kemajuan dan kematangan peradaban. Dalam kaitan ini dengan kebebasan pers di negeri kita, sangat diharapkan, melalui efek sampingan itu kita menjadi lebih waspada dan menjadi arif menjaga cita-cita luhur kita sendiri," ujar Bagir.
Bagir meyakini, ketika Presiden SBY menentukan pilihan untuk ikut menumbuhkan, membesarkan dan menjaga kemerdekaan pers, risiko eksesif termasuk kalkulasi yang tidak dapat dielakkan.
“Namun kami menyadari kalau sekali-kali Bapak diperlakukan tidak adil, diperlakukan berlebihan. Izinkan saya atas nama masyarakat pers menyampaikan permohonan maaf yang sebesar besarnya. Telah menjadi hukum besi alamiah, setiap otoritas akan selalu berdampingan dengan perbedaan bahkan pertentangan," ujar Bagir.
© Copyright 2024, All Rights Reserved