Indonesia bersama-sama Brasil dan Jerman akan segera mengajukan resolusi soal penyadapan internasional ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hal ini merupakan buntut dari kekecewaan atas aksi penyadapan yang dilakukan intelijen Australia dan Amerika Serikat (AS) terhadap Kepala Negara dan para pejabat lainnya.
“Indonesia bersama dengan Brazil, dan Jerman, saat ini tengah bekerja sama, untuk memperkenalkan suatu resolusi yang meminta dan mendesak, agar pemerintah negara-negara anggota PBB dapat menciptakan asas akuntabilitas dalam kegiatan-kegiatan pengumpulan informasi dan intelijen,” ujar Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa, Jakarta, Senin (18/11) sore.
Menlu menyatakan, kegiatan saling sadap dan espionase merupakan kegiatan yang sudah out of date dan jauh terbelakang. "Ini bukan era Perang Dingin. Di abad 21 saya kira masalah penyadapan seperti ini seharusnya sudah jauh di belakang kita. Jadi kita akan tegas, lugas, terukur, dalam menyampaikan tanggapan," ujar Marty.
Secara terpisah Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam menegaskan, bahwa Indonesia sebagaimana disampaikan Presiden SBY dan Menlu sudah mengambil langkah tepat dan tegas atas perlakuan penyadapan oleh pihak Australia.
Dipo menegaskan, pemanggilan pulang Dubes RI di Canberra, Nadjib Riphat Kesoema, dan peninjauan kembali agenda kerjasama bilateral menunjukkan sikap tegas Indonesia kepada Australia yang belum serius menanggapi protes keras Indonesia terkait tindakan penyadapan intelijen negara tersebut kepada pejabat Indonesia.
“Resolusi itu tentu tidak hanya untuk Australia tetapi untuk semua negara, termasuk juga ke Amerika Serikat,” tegas Dipo Alam melalui akun twitternya @dipoalam49, yang diunggahnya Selasa (19/11) pagi.
Marty mengatakan, pemerintah Indonesia tidak bisa terima dengan alasan PM Australia Tonny Abbot yang mengatakan, penyadapan itu untuk mendapatkan informasi sebagaimana dilakukan pemerintah negara lain.
"Kita tidak bisa menerima kenyataan bahwa ada penyadapan terhadap pemimpin-pemimpin Indonesia dengan alasan kepentingan nasional Australia. Ini melanggar hukum internasional, dan jelas melanggar rasa persahabatan antara kedua Negara. Ini adalah tindakan tak bersahabat," kata Menlu.
Menurut Menlu, pihaknya telah memanggil Kuasa Usaha Ad Interim Kedubes Australia di Jakarta terkait penyadapan itu. "Dengan pihak Menlu Australia kami sudah berbicara kurang lebih 2 jam, kami sampaikan bahwa kita tidak bisa membiarkan permasalahan ini terus menggantung seperti ini dan mengharapkan hubungan bisa normal seperti sedia kala," tegas Marty.
Tidak hanya dengan pihak Australia, Duta Besar Indonesia di Canberra juga turut dipanggil ke Jakarta untuk konsolidasi lebih lanjut. "Kita memanggil Duta Besar Indonesia di Canberra untuk mengadakan konsultasi menyangkut perkembangan terkini yang saat ini sedang kita perhatikan. Ini sebuah langkah yang kami kira jelas pesannya pada pemerintah Australia".
Selain dalam rangka konsultasi, pemanggilan Dubes RI untuk Australia juga sebagai langkah mengkaji ulang kerjasama bilateral kedua negara khususnya di bidang informasi dan tukar-menukar intelijen antara Indonesia dan Australia.
Adalah pemberitaan yang dilansir ABC dan The Guardian, Senin (18/11) ini yang menyebabkan pemerintah Indonesia marah. Kedua media asing itu menyebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) serta Ibu Negara Ani Yudhoyono dan sejumlah menteri dalam kabinet menjadi target penyadapan badan mata-mata Australia.
Laporan itu mengaju kepada sejumlah dokumen rahasia yang dibocorkan mantan pegawai badan intelijen AS (NSA), Edward Snowden. Laporan itu mengatakan, dokumen-dokumen menunjukkan bahwa badan intelijen elektronik Australia, Defence Signals Directorate, melacak kegiatan SBY melalui telepon genggamnya selama 15 hari pada Agustus 2009, saat Kevin Rudd dari Partai Buruh menjadi Perdana Menteri Australia.
Daftar target penyadapan juga mencakup Wakil Presiden Boediono, yang pekan lalu berada di Australia, mantan Wakil Presiden Yusuf Kalla, juru bicara Presiden untuk urusan luar negeri Teuku Faizasyah, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring dan sejumlah pejabat tinggi Indonesia lainnya.
Dokumen yang berhasil diperoleh oleh Guardian yakni berupa materi presentasi dalam format Power Point milik DSD. Di dalam dokumen tersebut tertera target penyadapan DSD dan jenis peralatan komunikasi yang dimiliki oleh para target.
Contoh jenis peralatan komunikasi yang tertera di sana seperti ponsel Nokia E90-1 yang dimiliki oleh Presiden SBY dan Ibu Negara Ani Yudhoyono. Kemudian perangkat BlackBerry Bold 9000 yang digunakan oleh Wakil Presiden Boediono.
© Copyright 2024, All Rights Reserved