Potensi gempa dari Selat Sunda yang dilontarkan Staf Khusus Presiden bidang bantuan Sosial dan Bencana, Andi Arief menjadi perdebatan hangat. Hal itu terjadi, karena pernyataan itu ditafsirkan bermacam-macam dan prasangka negatif sehingga mengaburkan subtansi sebenarnya.
Potensi gempa dari Selat Sunda yang dilontarkan Staf Khusus Presiden bidang bantuan Sosial dan Bencana, Andi Arief menjadi perdebatan hangat. Hal itu terjadi, karena pernyataan itu ditafsirkan bermacam-macam dan prasangka negatif sehingga mengaburkan subtansi sebenarnya.
Setidaknya demikian pendapat ahli gempa dari Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia (LIPI) Danny Hilman dalam diskusi diantara ahli kebumian di IAGI-net (Ikatan Ahli Geologi Indonesia) beberapa waktu lalu. Danny yang memperoleh gelar Doktor di bidang kegempaan dai Caltech University, memberikan penjelasan seputar berita ancaman Gempa Selat Sunda.
Ia mengatkan soal potensi gempa 8.7 SR yang mengancam Jakarta harus dilihat sisi positifnya. Dengan tegas bahkan Danny mengemukakan wilayah Selat Sunda memang punya potensi gempa di atas magnitude 8 SR. “Tentu saja! Silahkan tanya ke para ahli gempa, siapa saja di seluruh dunia.”
Danny menerangkan, memang belum diketahui berapa besaran gempa yang akan terjadi di “megathrust” Selat Sunda. Tapi, untuk menghitung potensi maksimumnya (MCE – Maximum Credible Earthquake), tidaklah sulit.
Dalam ilmu gempa, menghitung potensi gempa maksimum tinggal membandingkan dengan dimensi sumber gempa. Danny menerangkan itung-itungannya. Ukur saja panjang zona subduksi dari P Enggano – Selat Sunda – Pangandaran yang panjangnya 450 km. Lebar sumber gempa bidang batas lempeng yang biasa lengket/locked bisa sampai 150 km. Kecepatan relatif lempeng Hindia-Australia menunjam di zona subduksi Selat Sunda – Jawa Selatan yang mencapai 6 cm/tahun.
“Apakah gerak lempeng 6 cm/tahun ini semuanya diakumulasikan menjadi regangan tektonik (stress), artinya batas lempeng terkunci 100%, atau tidak, kita belum tahu karena belum ada penelitian/data-analisa-nya yang bagus untuk segmen Sunda.”
Ellapsed time bisa 300 tahun, bahkan 1000 tahun atau lebih (karena selama 300 tahun terakhir tidak ada catatan ada gempa besar dalam sejarah selebihnya tidak ada data— karena belum ada penelitiannya.
Dari semua data tersebut, Danny menguraikan cara penghitungannya. Besar “moment magnitude” (Mw) maximum di Selat Sunda = (Log Mo-16)/1.5 ( Hanks and Kanamori, 1971), Mo = u*(LengthxWidth)xDisplacement ; dimana u = 3*10^11 dyne/cm^2, Length=450*10^5 cm, Width = 150*10^5 cm, Displacement (asumsi elapsed time = 500 tahun)= 500*6=3000 cm. Kalo dihitung maka hasilnya : Mw = 9.15 (=setara dengan gempa Aceh 2004).
Apabila kita asumsikan “locking” selat Sunda hanya 50 persen , maka akumulasi slipna hanya= 500*6*0.5 = 1500 cm, dan hitungan Mw = 9.0. Apabila locking-nya 25%, Mw-nya = 8,7 SR. “Jadi tak ada yang salah dengan pernyataan potensi gempa 8.7 SR di Selat Sunda itu.”
Dikemukakan Danny, sejauh ini peneliti tidak punya catatan apakah Jakarta pernah menjadi sumber gempa. “Kita hanya tahu pernah terjadi gempa besar yang kerusakannya serius, yaitu tahun 1699 tetapi tidak tahu sumbernya di mana dan berapa magnitudenya.”
Dikemukakan Danny pula, pernyataan yang dilontarkan Staf Khusus Presiden itu sama sekali bukan hal baru. Danny mengaku sudah sering mengemukakan tentang potensi gempa tersebutdalam berbagai seminar sejak 5 tahun terakhir.
“Bahkan sebulan lalu hal ini pernah saya presentasikan pada seminar jembatan Selat Sunda di Kementerian Pekerjaan Umum. Pihak PU merespon bahwa hal ini sangat perlu diteliti lebih lanjut, tapi belum ada kabar sampai sekarang.”
Dikemukakan Danny, masalah terjadi karena respon dari pernyataan potensi gempa 8.7 SR dari Selat Sunda itu justru muncul sikap panik serta adanya penyangkalan dari beberapa instansi terkait. Hal itu membuktikan bahwa masyarakat dan intansi terkait tidak siap. “Orang belum banyak yang sadar akan tentang potensi ini. Kalau masyarakat sudah siap seharusnya menanggapi dengan biasa-biasa saja.”
Danny mencontohkan, seperti halnya masyarakat Jepang menghadapi potensi Gempa besar Tokai atau masyarakat Los Angeles yang sudah lebih dari 15 tahun menanti kemungkinan gempa skala 8 SR di the big-bend San Andreas fault.
Seharusnya, instansi terkait tidak menambah keraguan dan kepanikan masyarakat dengan menyangkal hasil penelitian tersebut. “Ooo itu sudah/sedang diteliti, kami tahu dan hal ini memang penting sekali untuk diantisipasi dengan serius. Tidak perlu diffensif atau kebakaran jenggot.”
© Copyright 2024, All Rights Reserved